Cerita Mini Beduk Zuhur karya Ziya Idrus


Kisah itu bermula ketika usiaku sedang duduk di bangku sekolah dasar. Kalau tidak salah, sekitaran umur tujuh atau delapan tahunan. Aku lupa tepatnya di umur berapa karena kejadian itu sudah sangat lampau sekali.

Baru awal-awal puasa dan aku juga baru belajar puasa penuh yang dulunya kalau puasa suka setengah hari alias tak kuat nahan lapar sepanjang hari. 

Niat malam sudah bagus sih bilang sama Emak. "Emak, adek besok puasa penuh sampai Maghrib bangunin adek sahur ya, Mak," ucapku pada Emak ketika kami duduk santai selepas pulang tarawih  "Iya,  asal kau janji tidak makan lagi pas beduk Zuhur," kata Emak menjawab permintaanku.

Aku mengangguk, lalu pas sahurnya Emak beneran bangunin aku. Emak, Abah dan Kakakku menyantap Sahur dengan hikmat. Beda sama aku yang makan sahur seperti orang kelaparan tidak makan tiga hari tiga malam. 

"Dek, kau kok makan buras sekali," timpal Kakakku. (Buras dalam bahasa Melayu adalah rakus). 

Aku menjawab, "Besok aku puasa penuh kak, jadi harus siap energi biar enggak kelaparan." "Ah paling sebelum beduk Zuhur juga kau guling-guling." Kakakku ngedumel, jelas sekali terdengar di telinga.

Aku yang masa' bodoh terus saja makan sampai perutku begah. Emak dan Abah hanya menggeleng.

Awal berangkat sekolah aku semangat sekali, badan segar bugar sudah mandi dan wangi lalu pamit pada Emak. Eh taunya pas pulang sekolah jalan kaki, matahari sangat terik sekali, panasnya menyengat sampai tulang. Aku tak kuat.

Tiba di rumah, aku langsung merebahkan tubuh di lantai tengah rumah. Kemudian berguling-guling sambil teriak, " Emak kapan beduknya."

Emak yang tengah mengaji, sontak berhenti dan menghampiriku. "Bukanya tunggu beduk Maghrib. Bawa tidur saja biar waktu cepat berlalu." Setelah berkata seperti itu Emak pun balik lagi ke kamar.

Masalahnya mataku ini tidak dapat tidur kalau tengah haus apalagi lapar. Sejenak aku bangun dan melihat kondisi rumah yang tenang dan lengang. Kulihat di kamar, Emak tengah tertidur. Abah sudah pasti tidak di rumah karena sedang bekerja. Kakak sekolah. Suasana aman, pikirku.

Aku mengendap-endap ke dapur. Menuangkan air dalam teko, glekglek ... Ah segarnya. Kemudian mencari piring, kulihat nasi sisa sahur masih ada dalam tudung saji. 

"Ya Allah, dek," teriak kakakku yang sudah pulang sekolah. Namun, sejak kapan dia tahu-tahunya sudah berdiri di sana di dekat pintu memperhatikanku makan. 

Aku hanya bisa nyengir. Jangan ditanya bagaimana reaksi kakakku yang marah besar sampai Emak bangun dan menghampiri kami di dapur. Emak hanya bisa menggeleng, terdengar juga Emak menghela napas, lalu pergi meninggalkanku berdua sama kakak. *

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.